Sebuah bangunan yang terletak di selatan Keraton Jogja, yaitu Panggung Krapyak, memiliki daya tarik tersendiri dalam garis imajiner Yogyakarta.
Panggung Krapyak menyimpan sejarah panjang dan misteri yang menarik banyak perhatian masyakarat.
Panggung Krapyak dibangun sekitar tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Panggung Krapyak ini memiliki bentuk ruangan menyerupai kubus.
Nama “Krapyak” sendiri berasal dari sebuah hutan yang menjadi habitat banyak satwa terutama rusa atau menjangan.
Oleh karena itu, masyarakat sekitar sering menyebut Panggung Krapyak dengan sebutan Kandang Menjangan.
Bangunan Panggung Krapyak terdiri dari dua lantai, lantai bawah terbagi menjadi 4 ruangan yang dihubungkan oleh sebuah lorong.
Sementara lantai atas yang menjadi atapnya merupakan tempat terbuka yang dibatasi oleh pagar di keempat sisinya.
Pada masa lalu, Panggung Krapyak berfungsi sebagai tempat untuk mengamati gerak-gerik binatang buruan di hutan yang berada di sebelah selatan bangunan ini. Dahulu wilayah krapyak adalah sebuah hutan lebat.
Pada beberapa bulan terakhir masyarakat sempat heboh mengenai sebuah kursi misterius yang ditempatkan persis di tengah-tengah bangunan.
Meskipun isi Panggung Krapyak sebenarnya kosong, keberadaan kursi ini menimbulkan misteri dan pertanyaan di kalangan masyarakat.
Kursi tersebut awalnya berasal dari Keraton Jogja dan biasanya digunakan untuk “caos dhahar”, suatu bentuk doa atau sesaji yang menggunakan uba rampe.
Pada saat acara jumenengan dalem atau ulang tahun raja, kursi diletakkan sebagai sesaji di depan raja yang bertahta.