Kematian sembilan pendaki di Uni Soviet pada 1959 sempat diduga akibat alien atau tes nuklir rahasia. Dua ilmuwan Swiss menilai pemicu tragedi itu tak seperti yang dibayangkan teori konspirasi.
Kematian misterius sembilan pendaki di Pegunungan Ural, Uni Soviet, lebih dari 60 tahun lalu akhirnya bisa terjawab lebih jernih lewat percobaan ilmiah. Tragedi Dyatlov, julukan populer di Internet bagi insiden tersebut, sempat menjadi topik perdebatan pegiat teori konspirasi di seluruh dunia.
Jasad para pendaki itu saat ditemukan terlampau aneh, ada yang tersebar jauh dari tenda, sebagian bahkan dalam kondisi telanjang dan seperti lebam digebuki. Dari rekonstruksi jejak kaki, para pendaki tersebut diduga kuat merobek tenda dari dalam, lalu beberapa berkeliaran ke dalam tundra bersalju hanya mengenakan pakaian tidur padahal kondisi sedang badai. Temuan itu makin terasa aneh, karena ada terjemahan hasil investigasi Soviet yang beredar di Internet, menyebut pakaian para pendaki itu memiliki tingkat radiasi yang tinggi.
Rangkaian fakta tersebut memicu konspirasi, bahwa mereka meninggal akibat hendak diculik alien, jadi korban kejadian supranatural, sampai ada yang menduga mereka kelinci percobaan nuklir rahasia yang dilakukan rezim Uni Soviet.
Dua ilmuwan asal Swiss ternyata terobsesi memecahkan misteri Dyatlov, dengan melakukan serangkaian percobaan ilmiah selama lima tahun terakhir. Pada 2021, keduanya sempat merilis teori awal tentang apa yang terjadi pada malam tragis yang menimpa sembilan pendaki. Kesimpulan mereka: tenda para pendaki itu tergulung longsoran salju dangkal (slab avalanche) yang amat mematikan dan kadang bisa menimpa lereng datar di pegunungan bersalju.
Alexander Puzrin, guru besar geoteknik di ETH Zurich bersama Johan Gaume, Kepala Laboratorium penelitian longsoran salju di Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne, membuktikan lebih lanjut teori mereka dengan menggelar ekspedisi ke Dyatlov. Kesimpulan awal mereka tahun lalu sempat dikritik beberapa pihak, karena asumsi lokasi tenda para pendaki pada 1959 ada di lereng yang relatif datar, sehingga mustahil longsoran salju parah bisa menimpa mereka. Selain itu, luka-luka di jasad para pendaki Dyatlov tidak seperti lazimnya korban longsoran salju. Empat pendaki mengalami patah tulang dada, dua korban lain hilang bola matanya, dan ada yang kehilangan lidah.
Ekspedisi keduanya dilakukan pada 28 Januari 2022, dilengkapi rekaman video, yang memastikan di lereng tersebut longsoran salju secara tiba-tiba memang bisa terjadi. Kedua ilmuwan itu menilai, rekaman mereka bisa dianggap sebagai rekonstruksi paling akurat tentang apa yang terjadi pada malam jahanam 2 Februari 1959.
“Dengan percobaan terkini awal tahun ini, berarti sudah ada kali ekspedisi yang secara meyakinkan mengungkap kondisi di Jalur Dyatlov,” demikian keterangan Puzrin dan Gaume, seperti dikutip dari artikel ilmiah yang terbit di Jurnal Communications Earth & Environment pada 24 Maret 2022. “Kesimpulan kami sejalan dengan penelitian independen yang dilakukan pakar salju asal Rusia saat melakukan permodelan pola longsoran di lokasi tersebut.”
Uji coba Puzrin dan Gaume dilakukan pada kondisi cuaca khusus, yang sebisa mungkin sama dengan momen saat sembilan pendaki dari mapala Ural State Technical University yang dipimpin Igor Dyatlov menemui ajalnya. Dipastikan bila jenis longsoran dangkal memang tidak meninggalkan bekas seperti longsoran salju lain, setidaknya saat terjadi di jalur Dyatlov.