Wabah menari di Strasbourg, Perancis terjadi pada Juli 1518. Saat itu, para penduduk dikejutkan dengan adanya dorongan untuk menari secara tiba-tiba. Tubuh seolah tak terkendali. Sejumlah orang menari diiringi alunan pipa, drum, dan terompet, melompat dari satu kaki ke kaki lainnya dan berputar-putar di bawah teriknya matahari. Dari kejauhan, pemandangan itu tampak seperti karnaval, tetapi jika dilihat lebih dekat, akan terlihat pemandangan yang mengerikan.
Dilansir dari Science Times, para penari memiliki lengan yang seolah mengepak seperti burung, tatapan yang kosong, dan tubuh yang kejang-kejang. Pakaian compang-camping dan wajah mereka tampak basah oleh keringat. Ada darah yang merembes dari kaki yang bengkak ke sepatu bot kulit dan bakiak kayu.
Peristiwa ini adalah yang paling mematikan dan paling terdokumentasikan dari wabah terkait yang merebak di sepanjang sungai Rhine dan Moselle sejak tahun 1374.
Delapan tahun setelah wabah tersebut, dokter dan alkemis Paracelsus mengunjungi Strasbourg dan penasaran oleh penyebabnya. Menurut Opus Paramirum yang ditulisnya pada tahun 1530-an, semuanya berawal dari seorang wanita bernama Frau Troffea. Menurut catatan ini dan catatan sejarah lainnya, Frau Troffea mulai menari pada tanggal 14 Juli 1518 di jalan sempit di luar rumahnya. Tak ada iringan musik. Dia mulai menari begitu saja. Mengabaikan permintaan suaminya, Frau Troffea menolak untuk berhenti, terus menari selama berjam-jam hingga langit gelap dan ia pingsan karena kelelahan. Keesokan paginya, dia bangun lagi dengan kakinya yang bengkak dan menari sebelum rasa haus dan lapar datang. Setelah enam hari, wanita itu masih tidak tidur dan tidak makan. Hanya menari.
Membongkar Asal Muasal Wabah Menari
Sejarawan modern berpendapat bahwa tarian Strasbourg adalah hasil dari keracunan ergot, sejenis jamur yang tumbuh pada gandum hitam dan lebih jarang pada tanaman lain seperti gandum. Ketika dipanggang menjadi roti dan dikonsumsi oleh manusia, jamur ini menghasilkan efek berbahaya yang mirip dengan LSD, atau bahkan lebih mematikan. Keracunan ergot memang menghasilkan efek psikoaktif, dan lebih mungkin membunuh korbannya daripada memberi mereka daya tahan untuk menari selama sebulan penuh. Ahli lain berpendapat bahwa epidemi ini termasuk dalam kelas fenomena psikologis yang kurang dipahami yang dikenal sebagai penyakit psikogenik massal atau histeria massal. Kondisi ini diperkirakan muncul sebagai respons kelompok terhadap stres.